Powered By Blogger

Jumat, 17 Desember 2010

Pengamatan Sel


I.  PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang
Sel merupakan unit organisasi terkecil yang menjadi dasar kehidupan dalam arti biologis. Semua fungsi kehidupan diatur dan berlangsung di dalam sel. Karena itulah, sel dapat berfungsi secara autonom asalkan seluruh kebutuhan hidupnya terpenuhi.
Sel sendiri sebagai dasar menyusun suatu organisme yang terdiri dari inti (nukleus) yang terbungkus oleh membran atau struktur serupa tanpa membran. Tidak ada kehidupan dalam satuan yang lebih kecil dari pada sel. Sel terbentuk hanya dengan pembelahan sel-sel sebelumnya. Sel dicirikan oleh adanya molekul makro khusus, seperti pati dan selulosa, yang terjadi dari ratusan sampai ribuan gula atau molekul lain selain itu sel juga dapat dicirikan oleh adanya molekul makro seperti protein dan asam nukleat baik DNA atau RNA yang tersusun sebagai rantai yang terdiri dari ratusan sampai ribuan molekul. Pada tumbuhan istilah sel meliputi protoplasma dan dinding sel yang ada sedangkan pada organisme multi sel yang ada membentuk struktur kompleks yaitu jaringan dan organ. Sel pada organisme multi sel tidak sama satu dengan lainnya tetapi masing-masing mempunyai struktur dan fungsi yang berbeda. Pada awalnya struktur dinding sel yang ada pada tumbuhan dianggap sebagai sel mati hasil ekskresi zat hidup dalam sel akan tetapi baru-baru ini makin banyak ditemui bukti bahwa ada satuan organik yang ada diantara protoplasma dan dinding, khususnya pada sel muda (Kamajaya, 1996).

1.2  Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum biologi ini yaitu agar para praktikan dapat mengenal bentuk dan struktur sel secara umum dan mampu membandingkan berbagai jenis sel dari berbagai jenis organisme serta mampu memahami sifat semipermeabilitas membran sel.
Kegunaan dari praktikum ini adalah praktikan dapat mengetahui perbedaan bentuk dan struktur dari sel hewan dan sel tumbuhan. Serta mengetahui sifat semipermeabilitas membran sel.








                                                      




II.  METODE PRAKTEK
2.1  Tempat dan Waktu
Praktikum Biologi tentang Pengamtan Sel ini dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 20 November 2008 pada pukul 13.30 WITA sampai selesai, dan bertempat di Laboratorium Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako.

2.2  Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan selama praktikum ini adalah empulur batang ubi (Manihot esculenta), bawang merah (Alium cepa), daun hydrilla            (Hydrilla vercilata), ephitelium rongga mulut (Ephitelium mucosa), rendaman air jerami, telur, air cuka, dan sirup cocopandan.
Alat-alat yang digunakan selama praktikum yaitu mikroskop, tusuk gigi, stoples dengan tutupnya, pita ukur, cutter, pipet tetes, pinset, meja objek dan gelas objek atau gelas penutup (cover glass).
2.3  Cara Kerja
Pada pengamatan pertama yaitu pengamatan empulur batang ubi kayu (Manihot esculenta), langkah yang pertama dilakukan yaitu adalah membuat potongan melintang empulur batang ubi kayu yang tipis. Seteah itu, meletakkan potongan tersebut pada gelas objek, dan tambahkan satu atau dua tetes air, kemudian tutup dengan gelas penutup. Langkah terakhir yaitu mengamati potongan tersebut menggunakan mikroskop dengan perbesaran 10x dan menggambar hasil pengamatan.
Pengamatan kedua yaitu pengamatan struktur sel umbi lapis bawang merah (Alium cepa), pertama-tama yang dilakukan adalah memotong siung bawang merah segar. Kemudian mengambil salah satu lapisan siung yang berdaging dan mematahkan lapisan tersebut sahingga tampak adanya epidermis tipis pada bagian yang cekung. Setelah itu, melepaskan epidermis dari umbinya perlahan-lahan dengan menggunakan pinset. Lalu meletakkan potongan kecil epidermis pada gelas objek dan menambahkan atau dua tetes air, dan menutupnya dengan gelas penutup. Kemudian mengamatinya melalui mikroskop dengan pembesaran 10x, setelah itu menggambar sel yang terlihat.
Pada pengamatan ketiga yaitu pengamatan struktur sel daun Hydrilla (Hydrilla verticilata), langkah pertama yang dilakukan adalah mengambil selembar daun yang muda dan meletakkannya di atas gelas objek dalam posisi bentangan membujur yang rata lalu menetesi daun tersebut dengan air. Kemudian menutup daun tersebut dengan gelas penutup dan mengamati sel yang terlihat serta bentuk dan bagian-bagiannya menggunakan mikroskop dengan perbesaran 10x. Setelah itu, menggambar sel yang terlihat.
Pengamatan keempat yaitu pengamatan struktur sel selaput rongga mulut. Langkah pertama yang dilakukan adalah mengeruk epitel bagian dalam pipi dengan menggunakan tusuk gigi. Setelah itu, meletakkan epitel tersebut pada gelas objek dan menetesinya dengan air. Kemudian menutup epitel tersebut dengan gelas penutup, selanjutnya mengamati preparat tersebut menggunakan mikroskop dengan perbesaran 10x. Setelah itu, menggambar struktur sel epitel rongga mulut tersebut.
Selanjutnya pada pengamatan kelima yaitu pengamatan sel protozoa. Langkah pertama yang dilakukan yaitu membersihkan gelas objek dan gelas penutup. Setelah itu, meneteskan air rendaman jerami ke gelas objek, kemudian menutupnya dengan gelas penutup. Dan jangan menekannya, karena protozoa akan hancur. Selanjutnya mengamti preparat tersebut menggunakan mikroskop dengan perbesaran 10x.
Pada pengamatan terakhir yaitu pengamatan sifat permeabilitas membran sel. Langkah pertama yaitu mengukur garis tengah telur di sekeliling bagian tengahnya. Selanjutnya memasukkan telur ke dalam stoples dan menuangkan cuka ke dalam toples sampai seluruh telur terndam dan  menutup stoples. Kemudian megamati perubahan yang terjadi pada telur secara periode selama 72. Salanjutnya mengeluarkan telur setelah 72 jam dan mengukur garis tengahnya. Setelah mencatat perubahan yang terjadi, mengganti air cuka dengan sirup cocopandan dan biarkan selama 72 jam. Setelah 72 jam berikutnya, mengukur bagian tengah telur.






III.  HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1  Hasil
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan kita dapat mengetahui bagian-bagian sel adalah sebagai berikut :
Objek :  Pengamatan Sel Tumbuhan


Dinding Sel


 

Gambar 1.  Empulur ubi kayu (Manihot esculenta) setelah diamati menggunakan mikroskop dengan pembesaran.
 

Objek :  Pengamatan Sel Tumbuhan



 

Dinding Sel
Protoplasma
Inti Sel

 

Gambar 2.  Selaput tipis bawang merah (Alium cepa) setelah diamati menggunakan mikroskop dengan pembesaran 10x.



 

Objek :  Pengamatan Sel Tumbuhan  
Dinding Sel
Butir klorofil
Ruang antar sel
Inti Sel
Sitoplasma
 

Gambar 3.   Daun hydrilla (Hydrilla verciliata) setelah diamati menggunakan mikroskop dengan pembesaran 10x.
 

Objek :  Pengamatan Sel Hewan
 

Inti Sel
Sitoplasma


 

Gambar 4.   Epithelium rongga mulut (Epithelium mucosa mulut) setelah diamati menggunakan  mikroskop  pembesaran 10x.








 



Bulu getar
Silia
Flagel



    
Gambar 9.   Protozoa setelah diamati menggunakan mikroskop dengan pembesaran 10x.
Tabel 1.   Perubahan bentuk telur sebelum dan sesudah direndam air cuka.
Diameter sebelum rendaman
Waktu
Diameter sesudah rendaman

15 cm (lonjong)
24 jam
15,5 cm (oval)
48 jam
16,0 cm (oval)
72 jam
16,5 cm (oval)

Tabel 2.   Perubahan bentuk telur sebelum dan sesudah direndam sirup cocopandan.
Diameter sebelum rendaman
Waktu
Diameter sesudah rendaman

16,5 cm (oval)
24 jam
13,5 cm (oval)
48 jam
13,0 cm (oval)
72 jam
12,5 cm (oval)














3.2  Pembahasan
Pada dasarnya semua makhluk hidup tersusun dari satuan unit yang sangat kecil bernama sel. Sel merupakan bagian struktural dan fungsional dari setiap organisme.
Pada awalnya sel digambarkan pada tahun 1665 oleh seorang ahli sains Inggris Robert Hooke yang telah meneliti irisan tipis gabus melalui mikroskop yang dirancangnya sendiri. Kata sel berasal dari kata lain cellulae yang berarti kamar-kamar. Perkembangan mikroskop selama hampir 200 tahun berikutnya telah memberikan kesempatan bagi para ahli untuk meneliti susunan tubuh makhluk hidup. Serangkaian penelitian telah dilakukan oleh 2 orang ilmuwan dari Jerman yaitu Matthias Schleiden (ahli tumbuhan, 1804-1881) dan Theodor Schwan (ahli hewan, 1810-1882). Mereka menyimpulkan bahwa setiap mahluk hidup tersusun atas sel. Dan pada tahun 1885 seorang ilmuwan Jerman, Rudolf Virchow, mengamati bahwa sel dapat membelah diri dan membentuk sel-sel baru (Wikipedia, 2007).
Pada pengamatan struktur sel empulur batang ubi kayu (Manihot esculenta) dengan pembesaran 10x tidak tampak adanya inti sel, sitoplasma dan ruang antar sel, melainkan yang tampak hanya dinding sel, hal ini disebabkan karena sel empulur batang ubi kayu (Manihot esculenta) merupakan sel mati (Prawirohartono, 1988).
Pada pengamatan struktur sel tumbuhan dengan menggunakan umbi lapis bawang merah (Alium cepa) yang dapat dilihat pada pembesaran 10x yaitu ruang antar sel, dinding sel, sitoplasma. Komponen utama sel tumbuhan adalah dinding sel, sitoplasma dan nukleus. Dinding sel berfungsi untuk melindungi bagian dalam sel dan membentuk bagian sel. Sitoplasma berfungsi sebagai tempat mengapungnya organel-organel sel.  Selain itu juga terdapat ruang antar sel (Fanh, 1982).
Pada pengamatan struktur daun Hydrilla (Hydrilla verticillata) yang dapat di lihat dengan pembesaran 10x yaitu butir-butir kloroplast, jaringan tulang daun, sitoplasma, dinding sel, dan ruang antar sel. Tumbuhan ini termasuk dalam kelas Hidrozoa, karena tumbuhan ini hidup di air (Saktiono, 1984).
Pada pengamatan selaput rongga mulut (Ephitelium mucosa) terdapat bentuk sel yang tidak beraturan. Hal ini disebabkan karena selaput rongga mulut merupakan sel hewan yang hanya dibatasi oleh membran sel sehingga bentuknya tidak kaku atau tidak tetap. Dengan pembesaran 10x dapat dilihat bagian-bagian sel dari selaput rongga mulut adalah sitoplasma, membran sel dan inti sel (Tjitosomo, 1983).
Pada pengamatan sel preparat air rendaman jerami di bawah mikroskop tampak adanya hewan kecil bersel satu yaitu protozoa. Protozoa merupakan makhluk uniseluler yaitu tubuhnya terdiri dari satu sel saja. Semua kegiatan hidup berlangsung dalam satu sel itu saja, mulai dari makan, bernapas (transfer energi), sampai berkembang biak (W.Y, 1987).
Pada perendaman telur pada larutan cuka yang diameter mula-mulanya adalah 15,5 cm dan berbentuk lonjong, telur mengapung. Namun setelah direndam selama 72 jam, di sekeliling telur terdapat gelembung udara yang mengelilingi permukaan telur serta ukuran telur terus bertambah menjadi 16,5 cm dan tetap terapung. Hal ini disebabkan terjadinya perpindahan konsentrasi, dari konsentrasi larutan cuka yang rendah ke konsentrasi telur yang lebih tinggi yang terjadi melalui membran sel yang semipermeabel. Sehingga menyebabkan perubahan diameter dan bentuk pada telur. Peristiwa ini disebut dengan osmosis (W.Y, 1986).
Pada perendaman telur dengan menggunakan sirup cocopandan, keadaan telur berubah menjadi terapung dan diameter telur turun drastis sehingga telur menjadi kecil dan terapung. Setelah perendaman selama 72 jam dengan larutan sirup cocopandan ukuran telur semakin bertambah kecil yaitu menjadi 12,5 cm dan tetap berbentuk oval serta kulit telur mengkerut. Peristiwa ini disebabkan karena konsentrasi yang dimiliki oleh sirup lebih rendah dibandingkan telur.  Sehingga membran sel telur berusaha menyamakan kosentrasi dengan medium (sirup cocopandan) dengan cara mengeluarkan zat atau molekul yang sederhana dan kecil dari dalam sel telur (semipermeabel). Peristiwa mengkerutnya sel karena keluarnya cairan dari alam sel disebut Krenasi (W.Y, 1987).







V.  KESIMPULAN DAN SARAN
4.1  Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang diperoleh maka dapat disimpulkan :
1.     Secara umum sel terdiri dari membran sel, sitoplasma, dan inti sel.
2.     Sel tumbuhan mempunyai bentuk yang tetap dan teratur karena mempunyai dinding sel sedangkan sel hewan bentuknya tidak tetap dan tidak teratur karena tidak memiliki dinding sel.
3.     Membran sel mempunyai sifat semipermeabel yaitu sifat dimana suatu zat bisa melewati membran sel tersebut dan suatu zat yang tidak bisa melewatinya.
4.  Pada pengamatan sifat permeabilitas sel, telur yang direndam ke dalam air cuka ukurannya membesar karena air cuka yang berkonsentrasi tinggi berpindah ke dalam telur yang berkonsentrasi rendah. Dan sebaliknya jika telur di rendam ke dalam sirup cocopandan. Peristiwa ini disebut dengan osmosis.

4.2  Saran
Sebaiknya di dalam pelaksanaan praktikum waktu yang telah ditetapkan digunakan sebaik-baiknya agar praktikum dapat berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan. Selain itu, disarankan agar tersedianya alat-alat yang lengkap bagi praktikan, agar tiap-tiap praktikan dapat menguasai materi praktikum dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Fanh, A.  1982.  Anatomi Tumbuhan.  Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Kamajaya.  1996.  Sains Biologi.  Ganesa Exact, Bandung.

Prawirohartono, S.  , 2003.  Biologi.  Bumi Aksara, Jakarta.

Saktiono, 1984.  Biologi Umum.  Erlangga, Jakarta.
Tjitosomo, 1983.  Biologi 2.  Balai Pustaka, Jakarta.

Wikipedia.  2007.  Sel (Biologi).  http://id.wikipedia.org/wiki/Sel.

Diakses pada tanggal 21 November 2008.

 

W.Y.  1987.  Biologi Modern: Biologi Sel.  Balai Pustaka, Bandung.

Pengamatan Hewan


I.  PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Berdasarkan jumlah sel di dalam tubuh makhluk hidup terbagi dalam dua kelompok, yaitu makhluk hidup bersel tunggal (uniseluler) dan makhluk hidup bersel banyak (multiseluler). Untuk memahami hewan bersel banyak, perlu dipelajari terutama hewan vertebrata dan hewan invertebrata. Hewan vertebrata adalah hewan bertulang belakang, sedangkan hewan invertebrata adalah hewan yang tidak memiliki tulang belakang. Hewan vertebrata terbagi atas beberapa kelas diantaranya adalah aves, reptil, pices, amphibi dan mamalia.
Amfibi merupakan kelompok vertebrata pionir yang hidup di air dan hidup di darat.  Salah satu contoh hewan jenis ini adalah katak.  Katak tidak mempunyai leher dan ekor, pada tingkat kecebong hidup dalam air dan bernafas dengan insang, setelah dewasa hidup di darat dan bernafas dengan paru-paru.  Kelas amfibi merupakan hewan yang sering digunakan dalam bidang pendidikan  untuk penilitian, karena struktur katak hampir sama dengan vertebrata tingkat tinggi lainnya.  Selain amfibi katak juga termaksud hewan salamender, habitat hewan ini terbagi dua yaitu di darat dan di laut (Supeni, 1996).
Katak hijau (Rana cancrivora) merupakan jenis katak yang mudah didapatkan dan tidak berbahaya (tidak beracun), selain itu hewan ini mempunyai sistem pencernaan dan reproduksi yang lengkap sehingga dapat mewakili hewan vertebrata lain, termasuk manusia. Oleh karena itu, katak hiaju digunakan dalam praktikum Pengamatan Hewan.

1. 2  Tujuan dan Kegunaan
Tujuan umum praktikum pengamatan hewan yaitu agar praktikan dapat memahami struktur morfologi, anatomi dan histologi dari sistem organ pada hewan.
Kegunaan dari praktikum ini adalah untuk menambah wawasan praktikan tentang struktur morfologi dan anatomi dari sistem pencernaan dan sistem reproduksi pada hewan, khususnya pada katak sawah (Rana cancrivora).

















II.  METODE PRAKTEK
2.1  Tempat dan Waktu
Praktikum Biologi tentang Pengamatan Hewan ini dilaksanakan di Laboratorium Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako. Pada hari Kamis tanggal 4 Desember 2008 pada pukul 13.30 – 17.00 WITA.
2.2  Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu katak hijau                  (Rana cancrivora) dan alkohol 70% (bahan pembius).
Alat yang digunakan yaitu papan bedah ukuran 20x20 cm, jarum pentul, silet atau cutter, pinset, stoples dan tutupnya (wadah untuk katak).

2.3  Cara Kerja
Pada pengamatan pertama yaitu pengamatan morfologi. Langkah pertama yang mengambil seekor katak hijau (Rana cancrivora), lalu memasukkannya ke dalam stoples yang sudah berisi alkohol.  Setelah itu membiarkan beberapa saat. Setelah katak pingsan, kemudian meletakkan katak tersebut di atas papan bedah dalam keadaan tertelungkup.  Selanjutnya mengamati serta menggambar bagian-bagian dari struktur morfologi katak dan memberikan keterangan dari ekstremitas anterior dan ekstremitas posterior.
Pada pengamatan kedua yaitu pengamatan sistem reproduksi. Langkah pertama yang dilakukan yaitu mengamati bagian-bagian dari sistem reproduksi katak hijau (Rana cacrivora), baik sistem reproduksi katak jantan maupun betina. Selanjutnya mengamati dan menggambarkan sistem reproduksi tersebut beserta keterangan.
Pengamatan terakhir yaitu pengamatan sistem pencernaan. Langkah yang pertama adalah membalikkan tubuh katak sehingga posisinya menjadi terlentang, kemudian melakukan pembedahan dengan menggunakan silet atau cutter secara hati-hati. Pembedahan yang dilakukan yaitu mulai dari bawah tulang dada hingga ujung bagian kloaka, kemudian melakukan pembedahan secara menyamping di bagian sebelah kanan dan kiri tubuh katak. Selanjutnya mengangkat organ-organ yang bukan termasuk dari sistem pencernaan. Setelah itu mengamati dan menggambarkan bagian-bagian dari sistem pencernaan katak hijau                 (Rana cancrivora) dan memberikan keterangannya.













III  HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1  Hasil
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dalam praktikum, maka diperoleh hasil sebagai berikut :

 

Objek : Morfologi hewan









Kepala (Caput)
Jari tangan (Digiti)
Lengan bawah (Brachium)
Lengan atas (Antebrachium)
Telapak tangan (Manus)
Perut (Abdomen)
Punggung (Dorsum)
Paha (Femur)
Betis (Crus)
Kaki (Pes)
Jari kaki (Digiti)



 

Gambar 29.  Struktur morfologi katak sawah (Rana cancrivora) dalam keadaan normal

Objek : Anatomi hewan


Jantung
Hati
Lambung
Usus besar
Usus halus


 

Gambar 30.  Struktur Anatomi katak sawah (Rana cancrivora) dalam keadaan terbalik dan terlentang


Objek : Sistem reproduksi hewan


                                                                                       

                                                                                        Testis



 

Gambar 31.  Sistem Reproduksi katak sawah (Rana cancrivora) jantan setelah dilakukan pembedahan


 

Objek : Sistem reproduksi hewan




                                                                                       Sel telur (Ovum)




 

Gambar 32.  Sistem Reproduksi katak sawah (Rana cancrivora) betina setelah dilakukan pembedahan

Objek : Sistem pencernaan hewan





                                                                              Kerongkongan (Esofagus)
                                                                              Lambung (Ventriculus)
                                                                              Usus Halus (Intestinum tenue)
                                                                              Usus 12 Jari (Duodenum)
                                                                              Rektum
                                                                              Kloaka




 

Gambar 33.  Sistem Pencernaan katak sawah (Rana cancrivora) setelah dilakukan pembedahan























3.2  Pembahasan
Klasifikasi dari katak hijau (Rana cancrivora) yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
Kingdom               :  Animalia
Subkingdom          :  Metazoa
Filum                     :  Chordata
Subfilum                :  Vertebrata
Super class             :  Amphibia
Ordo                      :  Anura
Famili                     :  Ranidae
Genus                    :  Rana
Spesies                   :  Rana cancrivora
Hasil yang diperoleh dari pengamatan morfologi katak hijau                    (Rana cancrivora), bahwa struktur morfologi katak terdiri dari kepala (Caput), lubang hidung (Nares eksternal), mata (Cavum oris), telinga (Membran tympani),       Ekstremitas anterior : lengan atas (antebrakchium), lengan bawah (brakchium), jari (Digiti), punggung (Dorsum), Perut (Abdomen), sedangkan Ekstremitas posterior : paha (Femur), betis (Crus), kaki (Pes) dan selaput antar jari (Membran).
Menurut Susanto (1993), morfologi katak sawah (Rana cancrivora) tediri dari Mata (Cavum oris), Kepala (Caput), Lubang Hidung (Nares eksternal), Gendang Telinga (Membran tympani), Tungkai Depan (Ekstremitas anterior), Perut (Abdomen), Tungkai Belakang (Ekstremitas posterior) dan kloaka.  Selain itu juga terdapat selaput diantara jari-jari kaki yang berfungsi membantu katak berenang di air sehingga katak dapat hidup di darat dan di air (Susanto, 1993).
Pada pengamatan sistem pencernaan diperoleh hasil bahwa sistem pencernaan katak hijau (Rana cancrivora) terdiri dari mulut, kerongkongan (Esofagus), lambung (Ventriculus), usus halus (Intestinum tenue) yang juga terdiri dari tiga saluran yaitu usus dua belas jari (Duodenum), usus kosong (Jejunum) dan penyerapan (Ileum).  Kemudian dilanjutkan pada usus besar (Intestinum crasum) atau yang biasa di sebut Colon dan terakhir bermuara di kloaka.
Menurut Saktiono (1989), yang menyatakan bahwa saluran pencernaan pada katak hijau (Rana cancrivora) dimulai dari rongga mulut, dan pelepasan terakhir di kloaka.  Setelah makanan masuk melalui mulut yang terdapat gigi pada rahang atas langit-langit yang berbentuk kerucut, dan lidah yang bercabang dua dimana fungsinya sebagai alat penangkap mangsa, lalu dengan bantuan gigi dan kelenjar air ludah kemudian makanan masuk ke kerongkongan (Esofagus) yang merupakan saluran pendek yang dilalui makanan untuk menuju ke lambung (Ventriculus), dimana lambung (Ventriculus) tersebut hanya berupa kantung yang tergantung dan dapat menjadi besar apabila terisi makanan.  Setelah itu, sari-sari makanan yang telah halus diserap oleh dinding usus halus (Intestinum tenue) yang banyak mengandung pembuluh kapiler darah.  Sedangkan usus ini berakhir di kloaka yang berfungsi sebagai alat ekskresi, tetapi sebelum dikeluarkan melalui kloaka, kotoran sisa makanan ditampung di dalam rektum.
Pada pengamatan sistem reproduksi katak hijau (Rana cancrivora) jantan memiliki sepasang testis yang berfungsi menghasilkan sperma. Sperma yang dihasilkan oleh testis dikeluarkan melalui saluran sperma dan bersama urine keluar melalui kloaka.  Kloaka merupakan suatu muara dari tiga saluran yaitu pencernaan, saluran kelamin (Reproduksi), dan pengeluaran (Ekskresi).
Katak hijau (Rana cancrivora) jantan memiliki sistem reproduksi sebagai berikut: badan lemak, testis, vas aferen, uterus, kantong sperma, kantong kemih, ginjal, dan kloaka (Soepomo, 1997).
Sedangkan sistem reproduksi pada katak hijau (Rana cancrivora) betina yaitu berupa sel telur, ovarium, uterus, ureter, ginjal, oviduk, kantong kemih dan kloaka.  Ovarium pada katak betina berfungsi menghasilkan sel telur (Ovum), sel telur tersebut dikeluarkan menuju oviduk dan selanjutnya keluar melalui kloaka.
Sistem reproduksi katak hijau (Rana cancrivora) betina berupa: sel telur, ovarium, ginjal, uterus, ureter, kantong kemih, oviduk, dan kloaka.  Ketika melakukan reproduksi di dalam air, katak betina yang memiliki ukuran lebih besar dirangkul oleh pejantan (Amin,1990).
Selain itu diketahui bahwa katak betina memiliki sepasang ovarium yang mengeluarkan telur. Apabila telur sudah masak, katak betina menuju ke air kemudian katak jantan datang dan menaiki punggung katak betina.  Selanjutnya katak betina mengeluarkan telur ke dalam air dan bersamaan dengan itu katak jantan mengeluarkan spermanya.
Telur yang sudah dibuahi menyerap air sehingga membesar kemudian berkembang menjadi embrio.  Embrio mendapat makanan dari kuning telur, kurang lebih seminggu setelah pembuahan embrio berkembang menjadi berudu. Selanjutnya katak berkembang terus megalami perubahan yang disebut dengan metamorfosis (Soepomo, 1997).

IV  KESIMPULAN DAN SARAN
4.1  Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang diperoleh, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.        Morfologi katak hijau (Rana cancrivora) terdiri dari kepala (Caput), lubang hidung (Nares eksternal), mata (Cavum oris), telinga (Membran tympani), Ekstremitas anterior : lengan atas (Antebrakchium), lengan bawah (Brakchium), jari (Digiti), punggung (Dorsum), perut (Abdomen), dan Ekstremitas posterior : paha (Femur), betis (Crus), kaki (Pes) dan selaput antar jari (Membran).
2.        Sistem pencernaan katak hijau (Rana cancrivora) terdiri dari mulut, kerongkongan (Esofagus), lambung (Ventriculus), usus halus (Intestinum tenue), usus besar (Intestinum crasum) atau yang biasa di sebut Colon dan kloaka.
3.        Perbedaan sistem reproduksi katak hijau (Rana cancrivora) jantan dan betina yaitu pada katak jantan memiliki testis dan kantong sperma yang tidak dimiliki oleh katak betina, sama halnya dengan ovarium dan sel telur yang hanya dimiliki oleh katak betina.

4.2  Saran
Saran saya sebagai praktikan yaitu agar sebaiknya para asisten juga harus menggunakan baju praktek pada saat pelaksanaan praktikum, atau paling tidak tata tertib praktikan juga dapat diberlakukan bagi para asisten.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, M.  , 1990.  Diktat Asistensi Anatomi Hewan.  Balai Pustaka, Jakarta.

Saktiono, 1989.  Biologi Umum.  Erlangga, Jakarta.

Soepomo, 1997.  Zoologi.  Erlangga, Jakarta.

Supeni, 1996.  Biologi.  Erlangga, Jakarta.

Susanto, 1993.  Budidaya Kodok Unggul.  Penebar Swadaya, Jakarta.